(Foto: Iwan Tezar) |
Salah
satu budaya upacara pernikahan masyarakat Bima dahulu khususnya di desa
Tangga, Kecamatan Monta, Kabupaten Bima adalah dengan cara Leka yakni
dengan mengarak pasangat pengantin mengelilingi kampung.
Leka
adalah salah satu bentuk upacara sosialisasi atau dalam bentuk pawai
atau arak-arakan diiringi penabuh gendang rebana yang mana pada saat itu
sang pengantin perempuan diusung bak seorang ratu diatas kereta
kencana. Samping kiri kanannya beberapa orang pengusung petromak bak
prajurit pengawal yang mengantarkan sang pengantin di pelaminan yang
disediakan.
<p>Your browser does not support iframes.</p>
Setelah
kedua mempelai diarak keliling kampung mereka disandingkan di depan
kediaman salah satu pasangan baik itu di kediaman orang tua laki-laki
ataupun perempuan yang pada saatnya seluruh warga satu persatu menyalami
pasangan pengantin tersebut untuk mengucapkan selamat sekaligus
memberikan kado atau uang tunai.
Dalam
sejarahnya budaya ini selalu dilakukan oleh warga Bima pada setiap
upacara pernikahan layaknya sebuah pesta resepsi namun seiring
perkembangan zaman budaya ini nyaris hilang terbukti sejak tahun 80an
budaya ini telah ditinggalkan oleh masyarakat Bima.
Satu-satunya
desa yang masih melestarikan budaya ini adalah desa Tangga kecamatan
Monta kendati yang memilih cara ini hanya keluarga yang berekonomi lemah
sebab disamping cara ini praktis juga hemat biaya.
Kegiatan
yang mengandung nilai budaya ini patut dilestarikan sebab disamping hal
ini berguna untuk tetap melestarikan budaya turun temurun seperti yang
dialami oleh generasi terdulu juga budaya Leka ini tidak memberatkan
pasangan pengantin dalam biaya resepsi pernikahan. Upacara Leka ini jika dipilih oleh penduduk maka pengantin akan dapat memanfaatkan dana yang ada untuk modal membangun rumah tangga.
Posting Komentar